Mengenal Budaya Pupujian di Lingkungan Masyarakat
Sunda
Mengenal
Budaya Pupujian
Salah satu budaya yang masih cukup
kental di daerah rumahku adalah pupujian. Pupujian adalah seni keagamaan berupa
puisi yang berisikan puji-puji, doa, nasihat, pelajaran, atau pengingat
berjiwakan agama Islam yang disampaikan dengan cara dinyanyikan. Namun,
terdapat juga pupujian yang bersifat lebih umum, seperti mantra dan etika dalam
pergaulan. Pupujian ini dikenal di lingkungan masyarakat Sunda sejak penyebaran
agama Islam ke Jawa Barat.
Pupujian Sunda lahir seiring dengan
masuknya agama Islam di Indonesia, yaitu sekitar tahun 1580. Pada awalnya,
pupujian ini dijadikan wadah oleh para ulama dan kyai untuk membuat masyarakat
Sunda tertarik masuk dan mendalami ajaran Islam. Selain itu, masuknya agama
Islam ke Indonesia juga sejalan dengan munculnya pondok-pondok pesantren. Oleh
karena itulah pupujian sangat hidup di pondok pesantren dan tempat-tempat
pengajian.
Pupujian ini dimaksudkan untuk
memengaruhi pikiran, perasaan, dan tingkah laku manusia agar sesuai dengan
agama dan moral yang berlaku di lingkungan masyarakat. Dalam kehidupan
beragama, pupujian dilantunkan sebagai pengingat untuk selalu beribadah kepada
Allah, sholawat kepada Rasulullah, beribadah dan beramal soleh, dan sebagai
pendidikan mengenai pengetahuan agama Islam. Dengan begitu, masyarakat,
terutama anak-anak akan selalu ingat dan mengikuti nasihat yang dilantunkan di
luar kepala tersebut.
Pupujian ini biasa dilantunkan menjelang
sholat subuh, maghrib, dan isya. Selain itu, pupujian juga biasa dilakukan
sebagai ajang kegiatan seremonial, seperti memperingati Maulud Nabi, Rajaban,
musabaqoh tilawatil Quran, atau intihan. Di lingkungan masyarakat, pupujian ini
biasa dilontarkan di masjid, mushola, ataupun pesantren oleh para pengurusnya,
ibu-ibu yang sedang melaksanakan pengajian, hingga oleh anak-anak yang sedang
mempelajari ilmu agama di sana.
Nilai
Moral dari Budaya Pupujian
Nilai moral dari budaya pupujian ini
dapat berlaku dua arah, yaitu bagi pelantun dan bagi pendengar. Nilai moral
yang diberikan oleh pelantun berupa budaya untuk saling mengingatkan dalam hal
kebaikan, sedangkan nilai moral yang dapat diperoleh oleh pendengar adalah
membuka diri dan menerima masukan orang lain dalam kebaikan. Nilai moral untuk
selalu beribadah dan beramal sholeh berlaku, baik untuk pelantun, maupun untuk
pendengar.
Pemosisian
Kebudayaan Pupujian
Kebudayaan dapat dilihat dari tiga
perspektif, yaitu sebagai tatanan, tuntunan, dan tontonan. Tatanan merupakan
sistem yang terstruktur di masyarakat, tuntunan adalah pedoman atau arahan
untuk menjawab atau melakukan sesuatu, dan tontonan adalah budaya sebagai
bentuk yang dapat dirasakan dan dinikmati dengan pancaindra. Budaya pupujian
Sunda berposisi sebagai budaya tontonan karena bentuk puisinya yang dapat
dilihat dan pelantunannya dapat didengar. Sebagai hasil penglihatan dan
pendengaran tersebut, budaya pupujian dapat dijadikan tuntunan melalui nilai
moral yang terkandung di dalamnya. Pada intinya, nilai moral tersebut mengenai
peringatan agar manusia selalu menjaga hubungannya dengan Allah, sesama
manusia, dan dengan alam. Ketika tuntunan tersebut telah dilakukan dengan baik
oleh manusia, budaya pupujian secara tidak langsung akan menciptakan tatanan
berupa lingkungan masyarakat yang damai dan teratur.
Sumber
https://basasunda.com/pengertian-pupujian-bahasa-sunda/
#Mengbudaya
#KATITB2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar