Sabtu, 03 Juli 2021

 

Berkurangnya Air Tanah sebagai Tantangan Masa Depan

 


Kondisi Air Tanah Saat Ini

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 mengenai Sumber Daya Air mendefinisikan air tanah sebagai air yang terdapat di lapisan batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah berperan penting dalam kehidupan manusia, mulai dari kebutuhan industri hingga kebutuhan rumah tangga. Menurut koran Tempo, pada tahun 2018, 65% warga Jakarta masih menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal itu juga tidak akan jauh berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Namun, seperti yang sudah diketahui, kadar air tanah semakin berkurang di setiap daerah. Hal tersebut sempat menyebabkan tidak adanya air di sekitar rumah saya. Akibatnya, warga yang tidak memiliki sumur resapan air sendiri harus ekstra memanggil tukang air yang menjual air perjerigen sehingga air bersih untuk kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Memerlukan waktu kurang lebih seminggu untuk menggali sumur lebih dalam hingga diperoleh lapisan tanah dengan kadar air tanah yang masih banyak. Dengan begitu, air dapat kembali mengalir ke rumah-rumah penduduk.

 

Dampak Berkurangnya Air Tanah

Pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan air bersih untuk memenuhi kebutuhan manusia semakin meningkat, akibatnya kadar air tanah semakin menipis . Hal ini ditunjukkan oleh beberapa fakta krisis air yang terjadi di beberapa daerah di Jakarta maupun di daerah lain, terutama di Pulau Jawa. Bahkan ada prakiraan bahwa Jawa akan ‘kehabisan air’ di tahun 2040. Jika hal tersebut terus terjadi tanpa penanganan yang tepat dan berkelanjutan, akan semakin banyak daerah yang mengalami krisis air dalam waktu dekat karena semakin banyak mata air kering. Penduduk sekitar desa bisa mengalami kerugian besar akibat penurunan hasil panen karena tanaman pangan kekeringan. Dengan demikian, semakin menipisnya kadar air tanah dapat berpotensi menjadi tantangan masa depan, yaitu tidak adanya air tanah yang tersisa.

 

Selain berpotensi menjadi tantangan masa depan dari sisi krisis air, berkurangnya air tanah juga secara tidak langsung berdampak pada tanah itu sendiri. Seperti pada daerah rumah saya, ketika air tanah sudah habis, akan dilakukan penggalian sumur resapan air yang lebih dalam. Jika hal tersebut terus menerus dilakukan, akan dihasilkan ruang kosong di dalam tanah sehingga permukaan tanah tidak lagi kuat dan akan menimbulkan amblesan. Amblesan yang ditimbulkan dapat membahayakan karena menghasilkan kemiringan atau bahkan kehancuran infrastruktur. Selain itu, penggalian terus menerus juga akan mengakibatkan penurunan muka tanah hingga daerah pesisir memiliki potensi besar terendam air laut. Berdasarkan data yang disajikan oleh National Geographic, wilayah Jakarta Utara mengalami penurunan tanah sedalam 2,5 cm/tahun, wilayah Jakarta Barat sedalam 15 cm/tahun, wilayah Jakarta Timur sedalam 10 cm/tahun, wilayah Jakarta Pusat sedalam 2 cm/tahun, dan Jakarta Selatan sekitar 1 cm/tahun. Sementara itu, penurunan air tanah di Bandung berkisar 5-10 cm/tahun dan 15-20 cm/tahun yang terjadi di daerah Cekungan Bandung.

 

Pentingnya Pembahasan mengenai Berkurangnya Air Tanah

Pembahasan mengenai berkurangnya kadar air tanah penting untuk dilakukan agar segala dampak yang dapat berpotensi menjadi tantangan masa depan tidak benar-benar berubah menjadi tantangan masa depan. Pembahasan mengenai krisis air dan berita kota tenggelam sudah cukup familiar di kalangan masyarakat. Namun, mungkin alasan krisis air dan kota tenggelam tersebut belum banyak diketahui masyarakat. Melalui solusi dan penanganan secara berkelanjutan, diharapkan dampak tersebut dapat dihindari. Hal ini merupakan permasalahan struktural yang membutuhkan kerja sama seluruh masyarakat dalam menanganinya sesuai dengan peran dan posisinya.

 

Peran Mahasiswa

Masyarakat mendukung segala kebijakan pemerintah terkait pencegahan dampak berkurangnya air tanah tersebut dan mengingatkan orang lain untuk ikut mendukung juga. Mahasiswa dapat berpartisipasi lebih dalam membantu menyebarkan poster akan dampak berkurangnya air bersih dan kebijakan pemerintah dalam menangani hal tersebut melalui social media dan platform lainnya. Selain itu, masyarakat juga harus menggunakan air tanah dengan tetap melestarikannya, seperti menamam banyak pohon agar penyerapan air dari permukaan tanah semakin banyak sehingga dapat menghindari banjir dan menambah kadar air tanah. Menggunakan air tanah secukupnya dan berwawasan lingkungan adalah kunci pencegahan dari masyarakat.

 

SUMBER

https://koran.tempo.co/read/metro/426966/konsumsi-air-tanah-jakarta-stabil-tinggi

https://www.gramedia.com/literasi/air-tanah/#Permasalahan_Air_Tanah

http://pdamtirtabenteng.co.id/berita/dampak-negatip-pengambilan-air-tanah-secara-berlebihan

https://nationalgeographic.grid.id/read/13931978/penurunan-permukaan-tanah-jakarta-utara-tenggelam-32-tahun-lagi

https://www.99.co/blog/indonesia/penurunan-tanah-bandung/#:~:text=Mereka%20mencatat%20bahwa%20penurunan%20permukaan,Koja%2C%20Majalaya%2C%20dan%20Rancaekek.

 

#TantanganMasDep

#KATITB2021

Jumat, 02 Juli 2021

 

Mengenal Budaya Pupujian di Lingkungan Masyarakat Sunda


Mengenal Budaya Pupujian

Salah satu budaya yang masih cukup kental di daerah rumahku adalah pupujian. Pupujian adalah seni keagamaan berupa puisi yang berisikan puji-puji, doa, nasihat, pelajaran, atau pengingat berjiwakan agama Islam yang disampaikan dengan cara dinyanyikan. Namun, terdapat juga pupujian yang bersifat lebih umum, seperti mantra dan etika dalam pergaulan. Pupujian ini dikenal di lingkungan masyarakat Sunda sejak penyebaran agama Islam ke Jawa Barat.

 

Pupujian Sunda lahir seiring dengan masuknya agama Islam di Indonesia, yaitu sekitar tahun 1580. Pada awalnya, pupujian ini dijadikan wadah oleh para ulama dan kyai untuk membuat masyarakat Sunda tertarik masuk dan mendalami ajaran Islam. Selain itu, masuknya agama Islam ke Indonesia juga sejalan dengan munculnya pondok-pondok pesantren. Oleh karena itulah pupujian sangat hidup di pondok pesantren dan tempat-tempat pengajian.

 

Pupujian ini dimaksudkan untuk memengaruhi pikiran, perasaan, dan tingkah laku manusia agar sesuai dengan agama dan moral yang berlaku di lingkungan masyarakat. Dalam kehidupan beragama, pupujian dilantunkan sebagai pengingat untuk selalu beribadah kepada Allah, sholawat kepada Rasulullah, beribadah dan beramal soleh, dan sebagai pendidikan mengenai pengetahuan agama Islam. Dengan begitu, masyarakat, terutama anak-anak akan selalu ingat dan mengikuti nasihat yang dilantunkan di luar kepala tersebut.

 

Pupujian ini biasa dilantunkan menjelang sholat subuh, maghrib, dan isya. Selain itu, pupujian juga biasa dilakukan sebagai ajang kegiatan seremonial, seperti memperingati Maulud Nabi, Rajaban, musabaqoh tilawatil Quran, atau intihan. Di lingkungan masyarakat, pupujian ini biasa dilontarkan di masjid, mushola, ataupun pesantren oleh para pengurusnya, ibu-ibu yang sedang melaksanakan pengajian, hingga oleh anak-anak yang sedang mempelajari ilmu agama di sana.

 

Nilai Moral dari Budaya Pupujian

Nilai moral dari budaya pupujian ini dapat berlaku dua arah, yaitu bagi pelantun dan bagi pendengar. Nilai moral yang diberikan oleh pelantun berupa budaya untuk saling mengingatkan dalam hal kebaikan, sedangkan nilai moral yang dapat diperoleh oleh pendengar adalah membuka diri dan menerima masukan orang lain dalam kebaikan. Nilai moral untuk selalu beribadah dan beramal sholeh berlaku, baik untuk pelantun, maupun untuk pendengar.

 

Pemosisian Kebudayaan Pupujian

Kebudayaan dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu sebagai tatanan, tuntunan, dan tontonan. Tatanan merupakan sistem yang terstruktur di masyarakat, tuntunan adalah pedoman atau arahan untuk menjawab atau melakukan sesuatu, dan tontonan adalah budaya sebagai bentuk yang dapat dirasakan dan dinikmati dengan pancaindra. Budaya pupujian Sunda berposisi sebagai budaya tontonan karena bentuk puisinya yang dapat dilihat dan pelantunannya dapat didengar. Sebagai hasil penglihatan dan pendengaran tersebut, budaya pupujian dapat dijadikan tuntunan melalui nilai moral yang terkandung di dalamnya. Pada intinya, nilai moral tersebut mengenai peringatan agar manusia selalu menjaga hubungannya dengan Allah, sesama manusia, dan dengan alam. Ketika tuntunan tersebut telah dilakukan dengan baik oleh manusia, budaya pupujian secara tidak langsung akan menciptakan tatanan berupa lingkungan masyarakat yang damai dan teratur.

 

Sumber

https://basasunda.com/pengertian-pupujian-bahasa-sunda/

 

#Mengbudaya

#KATITB2021