Jumat, 02 Juli 2021

 

Mengenal Budaya Pupujian di Lingkungan Masyarakat Sunda


Mengenal Budaya Pupujian

Salah satu budaya yang masih cukup kental di daerah rumahku adalah pupujian. Pupujian adalah seni keagamaan berupa puisi yang berisikan puji-puji, doa, nasihat, pelajaran, atau pengingat berjiwakan agama Islam yang disampaikan dengan cara dinyanyikan. Namun, terdapat juga pupujian yang bersifat lebih umum, seperti mantra dan etika dalam pergaulan. Pupujian ini dikenal di lingkungan masyarakat Sunda sejak penyebaran agama Islam ke Jawa Barat.

 

Pupujian Sunda lahir seiring dengan masuknya agama Islam di Indonesia, yaitu sekitar tahun 1580. Pada awalnya, pupujian ini dijadikan wadah oleh para ulama dan kyai untuk membuat masyarakat Sunda tertarik masuk dan mendalami ajaran Islam. Selain itu, masuknya agama Islam ke Indonesia juga sejalan dengan munculnya pondok-pondok pesantren. Oleh karena itulah pupujian sangat hidup di pondok pesantren dan tempat-tempat pengajian.

 

Pupujian ini dimaksudkan untuk memengaruhi pikiran, perasaan, dan tingkah laku manusia agar sesuai dengan agama dan moral yang berlaku di lingkungan masyarakat. Dalam kehidupan beragama, pupujian dilantunkan sebagai pengingat untuk selalu beribadah kepada Allah, sholawat kepada Rasulullah, beribadah dan beramal soleh, dan sebagai pendidikan mengenai pengetahuan agama Islam. Dengan begitu, masyarakat, terutama anak-anak akan selalu ingat dan mengikuti nasihat yang dilantunkan di luar kepala tersebut.

 

Pupujian ini biasa dilantunkan menjelang sholat subuh, maghrib, dan isya. Selain itu, pupujian juga biasa dilakukan sebagai ajang kegiatan seremonial, seperti memperingati Maulud Nabi, Rajaban, musabaqoh tilawatil Quran, atau intihan. Di lingkungan masyarakat, pupujian ini biasa dilontarkan di masjid, mushola, ataupun pesantren oleh para pengurusnya, ibu-ibu yang sedang melaksanakan pengajian, hingga oleh anak-anak yang sedang mempelajari ilmu agama di sana.

 

Nilai Moral dari Budaya Pupujian

Nilai moral dari budaya pupujian ini dapat berlaku dua arah, yaitu bagi pelantun dan bagi pendengar. Nilai moral yang diberikan oleh pelantun berupa budaya untuk saling mengingatkan dalam hal kebaikan, sedangkan nilai moral yang dapat diperoleh oleh pendengar adalah membuka diri dan menerima masukan orang lain dalam kebaikan. Nilai moral untuk selalu beribadah dan beramal sholeh berlaku, baik untuk pelantun, maupun untuk pendengar.

 

Pemosisian Kebudayaan Pupujian

Kebudayaan dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu sebagai tatanan, tuntunan, dan tontonan. Tatanan merupakan sistem yang terstruktur di masyarakat, tuntunan adalah pedoman atau arahan untuk menjawab atau melakukan sesuatu, dan tontonan adalah budaya sebagai bentuk yang dapat dirasakan dan dinikmati dengan pancaindra. Budaya pupujian Sunda berposisi sebagai budaya tontonan karena bentuk puisinya yang dapat dilihat dan pelantunannya dapat didengar. Sebagai hasil penglihatan dan pendengaran tersebut, budaya pupujian dapat dijadikan tuntunan melalui nilai moral yang terkandung di dalamnya. Pada intinya, nilai moral tersebut mengenai peringatan agar manusia selalu menjaga hubungannya dengan Allah, sesama manusia, dan dengan alam. Ketika tuntunan tersebut telah dilakukan dengan baik oleh manusia, budaya pupujian secara tidak langsung akan menciptakan tatanan berupa lingkungan masyarakat yang damai dan teratur.

 

Sumber

https://basasunda.com/pengertian-pupujian-bahasa-sunda/

 

#Mengbudaya

#KATITB2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar